Senin, 23 Maret 2009

Monumen-monumen Bersejarah di Kota Nara


Lokasi: Nara Prefecture Posisi Garis Bumi: LU 34 40 32°; BT 135 50 22 ° No Referensi: 870 Tahun Penetapan: 1998 Kategori: Kultural Nara dulunya merupakan ibukota dari Kerajaan Jepang dari tahun 710-184 sebelum masehi. Selama kurun waktu tersebut, susunan dari pemerintahan nasional Jepang mulai dikonsolidasikan dan Nara menikmati kemakmuran yang berlimpah selama era awal dari puncak pencapaian kebudayaan di Jepang. Monumen-monumen bersejarah yang bertebaran di kota ini, mulai dari kuil-kuil Shinto, Kuil Budha serta bekas-bekas reruntuhan istana kerajaan-kesemuannya memberikan gambaran lengkap mengenai kehidupan di sebuah kota ibukota Jepang di abad XIII, sebuah periode yang diwarnai dengan perubahan aspek politik dan budaya yang sering sekali terjadi.
Nilai Budaya dan Artistik dari Arsitektur Bangunan Kayu Jepang
Sebagian besar kuil-kuil yang ada di Nara mencerminkan upaya memperkenalkan gaya arsitektural bangunan Budha dari Semenanjung Korea dan daratan China pada abad XIII di Jepang. Bangunan-bangunan ini menujukan tingginya nilai budaya dan artistik dari arsitektur bangunan kayu Jepang pada abad tersebut. Sebuah arsitektur unik yang menyatukan unsur lokal-internasional dan akhirnyabturut mempengaruhi arsitektur bangunan kegamaan Budha lain yang dibangun setelahnya. Situs reruntuhan Istana Heijô-kyô di Nara memiliki nilai sejarah-arkeologis yang tak ternilai harganya dengan kekayaan peninggalan bersejarah berupa pecahan keramik, atap genting, lempengan-lempengan kayu yang menyediakan informasi berharga untuk menguak kehidupan sosial-ekonomi dan budaya pada masa itu. Bangunan-bangunan kuno di nara juga merupakan perwujudan menawan dari pengaruh kuat ajaran Shinto dan Budha dalam sejarah Jepang berupa kuil-kuil buatan manusia yang dikelilingi oleh hutan kayu keramat—sebuah lanskap budaya-keagamaan yang menjadi ciri khas dari Jepang. Hutan Purba Kasugayama yang alami ini masuk dalam bagian dari kompleks kuil-kuil Shinto, terutama kuil Kasuga-Taisha. Sejak tahun 841, perburuan binatang atau penebangan sangat dilarang untuk dilakukan dalam kawasan hutan yang dikeramatkan ini. Selain jejak kaki para penganut keyakinan dan peziarah, hutan ini relatif tidak terusik oleh berbagai kegiatan manusia.
Pusat Kegiatan Ekonomi, Politik, dan Budaya
Kota Nara mulai dijadikan sebagai pusat kegiatan ekonomi, politik dan budaya di Jepang menggantikan kota Fujiwara pada tahun 710 oleh Kaisar wanita Gemmei. Letaknya berada di sbeuah daerah cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan si sebelah utara, tepatnya masuk dalam wilayah Prefectur Nara, Daerah Kansai. Tata kotanya dibuat berdasarkan contoh tata kota Chang’an di China, ditandai dengan keberadaan bangunan istana, kuil-kuil budha, kuil-kuil Shinto, bangunan umum, rumah-rumah, serta jalan yang membentuk segi delapan. Luas total area kotanya mencapai 2.500 hektar dengan populasi penduduk sekitar 100.000 jiwa. Situs bersejarah yang dimasukan sebagai World Heritage oleh UNESCO meliputi 5 kuil Budha, 1 kuil Shinto, 1 kawasan hutan keramat, dan 1 situs reruntuhan arkeologis.
Kuil-kuil Budha di Kota Nara
Kompleks Kuil Tôdai-ji terdiri atas sekumpulan gedung yakni gedung Kondô atau Aula Budha Utama yang berisi patung Sang Budha Agung Wairocana dari tembaga setinggi 15meter, Gerbang nandaimon (Utara) dan Gerbang Tegaimon (Selatan), Gedung Hokkedô, Gedung arsip dan dokumentasi Shôsô-in Shôshô yang berstruktur balok-balok kayu yang ditata melintang dan disangga oleh pilat tinggi, Hombô-Kyôko (tempat pembacaan kitab sutra Budha), serta menara lonceng Shurô yang dibangun ulang pada abad XIII. Kuil budha lain yang juga ada di Nara meliputi Kuil Kôfuku-ji yang memiliki aula bersegi delapan Hokuendô, pagoda bertingkat tiga dari abad XII, serta pagoda Gôjunoto setinggi 50meter dan merupakan pagoda tertinggi kedua di Jepang dan menjadi simbol dari kota Nara.
Selain itu juga terdapat kuil Gangô-ji yang merupakan kuil budha pertama di Jepang; Kuil Yakushi-jiyang memiliki pagoda bertingkat tiga namun seolah-olah terlihat bertingkat enam karena atap-atapnya yang unik, serta Kuil Tôshôdai-ji yang awalnya dibangun oleh seorang biksu tinggi dari China, Jian Zhen (Gajin) pada athun 759. Kuil ini juga memiliki ruangan Kôdô (aula tempat berkhotbah). Korô (tempat pembacaan gulungan sutra) serta Hôzô dan Kyôzô yang merupakan tempat penyimpanan. Kompleks Kuil Shinto Kasuga-Taisha yang terletak di kaki dua gunung keramat (Gunung Kasugayama dan Mikasayama) ini dipercaya mulai dibangun pada masa awal pendirian kota Nara. Seluruh bangunan dalam areal kompleknya memiliki atap dari daun sirap pohon cypress untuk meraih keharmonisan dengan lingkugan sekitar. Didalamnya terdapat 4 buah kuil berarsitektur Shinto dengan atap-atap limasan yang menaungi pintu masuk depan.
Situs Peninggalan Sejarah Istana Nara
Kompleks reruntuhan seluas 1,3 km x 1 km ini memiliki semua jenis persyaratan dari sebuah kompleks kediaman keluarga kerajaan. Sejumlah bangunan utama yang ada disini meliputi Daigokuden (Aula Pertunjukan Kerajaan), Chôdô -in (Aula kenegaraan), Dairi (kediaman raja), kantor-kantor, bengkel-toko, istal dll. Kompleks ini dikelilingi oleh tembok dari tanah liat yang disebut Tsuji–ogaki setinggi 5meter dan memiliki sekitar 12 gerbang masuk. Gerbang masuk utama atau Gerbang Suzaku berada tepat di tengah dinding sebelah selatan yang langsung mengarah ke Chôdô-in dan Daigokuen—keduanya merupakan bangunan paling penting di dalam kompleks ini karena digunakan untuk kegiatan upacara politik dan acara perjamuan. Bangunan-bangunan disini ditata secara simetris dengan sumbu utama yang mengarah utara-selatan, masing-masing bangunan disangga oleh sebuah podium, dengan atap genting serta pilal-pilar yang ditata sesuai dengan bangunan gaya Dinasti Tang kontemporer. Tidak terlalu jauh di sebelah timurnya terdapat bangunan aula Chôdô-in Timur, ditandai dengan gaya bangunan tradisional Jepang : beratap rumbia dari ranting pohon cyprres serta ditopang oleh pilar-pilar tidak bercat yang dipancangkan langsung ke tanah. Kompleks ini juga memiliki sejumlah taman dengan sebuah kolam tepat dibagian tengah. Bagian dasar dari kolam ini dilapisi oleh lempeng-lempeng batu untuk menambah keindahan bangunan-bangunan Paviliun di sekitarnya. Monumen-monumen bersejarah di Nara merupakan saksi dari proses evolusi seni dan arsitektur Jepang akibat adanya hubungan budaya dengan China dan Korea yang akan sangat berpengaruh pada masa tersebut. Warisan arsitekturalnya yang unik menjadi bukti budaya jepang yang berkembang pesat pada masa itu. Situs-situs bersejarah ini juga menjadi tempat pemujaan yang sangat penting bagi kedua agama besar tersebut hingga sekarang.

Mau baca yang lain? Klik di sini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar